Sunday, February 14, 2010

Aspek Moralitas

Sebuah karya fiksi ditulis oleh pengarang antara lain menawarkan modal kehidupan yang diidealkan oleh pengarang. Karya fiksi mengandung penerapan moral dalam sebuah tingkah laku dan sikap para tokoh, pembaca diharapkan dapat menangkap pesan-pesan moral yang disampaikan. Pesan moral yang ditawarkan akan selalu berhubungan dengan sifat luhur manusia dan memperjuangkan hak dan martabat manusia.
Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno: 1992), moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaannya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak.
Moral adalah sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salahnya suatu tingkah laku (Cheppy Haricahyono, 1995:221). Dalam bahasa Arab disebut akhlak berarti pula budi pekerti. Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk, berakhlak baik.
Poespoprodjo (1988:102), menyatakan moral sebagai kualitas perbuatan dan sikap manusia meliputi yang baik ataupun yang buruk termasuk di dalamnya keseluruhan kaidah yang menentukan antara baik dan buruk, yang benar dan yang salah, diterima didalam suatu golongan masyarakat. Adapun pengertian moral dalam kamus filsafat dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dipandang baik atau buruk, benar atau salah, tepat atau tidak tepat.
b. Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima, menyangkut apa yang dianggap benar, baik, adil dan pantas.
c. Memiliki:
• Kemampuan untuk diarahkan oleh (dipengaruhi oleh) keinsyafan benar atau salah.
• Kemampuan untuk mengarahkan (mempengaruhi) orang lain sesuai dengan kaidah-kaidah perilaku nilai benar dan salah.
d. Menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam berhubungan dengan orang lain (Bagus, 2001:673).

Moral dalam karya sastra atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya sastra ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagonis, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bertindak secara demikian. Sikap dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah model, model yang kurang baik, yang sengaja ditampilkan justru agar tak diikuti, atau minimal tak dicenderungi, oleh pembaca. Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah sendiri dari cerita tentang tokoh jahat itu. Eksistensi sesuatu yang baik, biasanya, justru akan lebih mencolok jika dikonfrontasikan dengan sebaiknya (Burhan Nurgiyantoro,1995:323).
Jadi dalam hal ini, moralitas dalam karya sastra yang dituangkan oleh pembaca tidak selalu dalam contoh perilaku baik. Setiap dan tingkah laku tokoh yang kurang terpuji dapat juga diambil nilai moral, bukan berarti pengarang menyarankan untuk mengikuti sikap yang kurang terpuji, tetapi pembaca diharapkan dapat mengambil sendiri nilai moral dalam cerita tokoh tersebut.

No comments: